24.7.04

Pujian Itu.........

Seorang pengemis duduk mengulurkan tangannya di sudut jalan. Tolstoy,penulis besar Rusia yang kebetulan lewat di depannya, langsung berhentidan mencoba mencari uang logam di sakunya. Ternyata tak ada. Dengan amatsedih berkata, "Janganlah marah kepadaku, hai Saudaraku. Aku tidak bawauang."
Mendengar kata-kata itu, wajah pengemis berbinar-binar, dan ia menjawab,"Tak apa-apa Tuan. Saya gembira sekali, karena Anda menyebut saya saudara.Ini pemberian yang sangat besar bagi saya."
Setiap manusia, apapun latar belakangnya, memiliki kesamaan yang mendasar :ingin dipuji, diakui, didengarkan dan dihormati.
Kebutuhan ini sering terlupakan begitu saja. Banyak manajer yang masihberanggapan bahwa orang hanya termotivasi uang. Mereka lupa, nilai uanghanya bertahan sampai uang itu habis dibelanjakan. Ini sesuai dengan teoriHerzberg yang mengatakan bahwa uang tak akan pernah mendatangkan kepuasandalam bekerja.
Manusia bukan sekadar makhluk fisik, tapi juga makhluk spiritual yangmembutuhkan sesuatu yang jauh lebih bernilai. Mereka butuh penghargaan danpengakuan atas kontribusi mereka. Tak perlu sesuatu yang sulit atau mahal,ini bisa sesederhana pujian yang tulus.
Namun, memberikan pujian ternyata bukan mudah.  Jauh lebih mudah mengkritikorang lain.
Seorang kawan pernah mengatakan, "Bukannya saya tak mau memuji bawahan, tapisaya benar-benar tak tahu apa yang perlu saya puji. Kinerjanya begituburuk." "Tahukah Anda kenapa kinerjanya begitu buruk?" Saya balik bertanya."Karena Anda sama sekali tak pernah memujinya!"
Persoalannya, mengapa kita begitu sulit memberi pujian pada orang lain?
Menurut saya, ada tiga hal penyebabnya, dan kesemuanya berakar pada carakita memandang orang lain.
Pertama, kita tidak tulus mencintai mereka. Cinta kita bukanlahunconditional love, tetapi cinta bersyarat. Kita mencintai pasangan kitakarena ia mengikuti kemauan kita, kita mencintai anak-anak kita karenamereka berprestasi di sekolah, kita mengasihi bawahan kita karena merekamemenuhi target pekerjaan yang telah ditetapkan.
Perhatikanlah kata-kata di atas: Cinta Bersyarat. Artinya, kalausyarat-syarat tidak terpenuhi, cinta kita pun memudar. Padahal, cinta yangtulus seperti pepatah Perancis: L`amour n`est pas parce que mais malgre.Cinta adalah bukan "cinta karena", tetapi "cinta walaupun". Inilah cintayang tulus, yang tanpa kondisi dan persyaratan apapun.
Cinta tanpa syarat adalah penjelmaan sikap Tuhan yang memberikan rahmatNyatanpa pilih kasih. Cinta Tuhan adalah "cinta walaupun". Walaupun Andamengingkari nikmatNya, Dia tetap memberikan kepada Anda. Lihatlah bagaimanaDia menumbuhkan bunga-bunga yang indah untuk dapat dinikmati siapa saja takpeduli si baik atau si jahat. Dengan paradigma ini, Anda akan menjadimanusia yang tulus, yang senantiasa melihat sisi positif orang lain. Inibisa memudahkan Anda memberi pujian.
Kesalahan kedua, kita lupa bahwa setiap manusia itu unik. Ada ceritamengenai seorang turis yang masuk toko barang unik dan antik. Ia berkata,"Tunjukkan pada saya barang paling unik dari semua yang ada di sini!"Pemilik toko memeriksa ratusan barang: binatang kering berisi kapuk,tengkorak, burung yang diawetkan, kepala rusa, lalu berpaling ke turis danberkata, "Barang yang paling unik di toko ini tak dapat disangkal adalahsaya sendiri!"
Setiap manusia adalah unik, tak ada dua orang yang persis sama. Kita seringmenyamaratakan orang, sehingga membuat kita tak tertarik pada orang lain.Padahal, dengan menyadari bahwa tiap orang berbeda, kita akan berusahamencari daya tarik dan inner beauty setiap orang. Dengan demikian, kita akanmudah sekali memberi pujian.
Kesalahan ketiga disebut paradigm paralysis. Kita sering gagal melihat oranglain secara apa adanya, karena kita terperangkap dalam paradigmayang kita buat sendiri mengenai orang itu. Tanpa disadari kita seringmengotak-ngotakkan orang. Kita menempatkan mereka dalam label-label : orangini membosankan, orang itu menyebalkan, orang ini egois, orang itu maumenang sendiri. Inilah persoalannya: kita gagal melihat setiap orang sebagaimanusia yang "segar dan baru". Padahal, pasangan, anak, kawan, dan bawahankita yang sekarang bukanlah mereka yang kita lihat kemarin. Mereka berubahdan senantiasa baru dan segar setiap saat.
Penyakit yang kita alami, apalagi menghadapi orang yang sudah bertahun-tahunberinteraksi dengan kita adalah 4 L (Lu Lagi, Lu Lagi -- bahasa Jakarta).Kita sudah merasa tahu, paham dan hafal mengenai orang itu. Kita menganggaptak ada lagi sesuatu yang baru dari mereka. Maka, di hadapan kita merekatelah kehilangan daya tariknya.
Sewaktu membuat tulisan ini, istri saya pun menyindir saya dengan mengatakanbahwa saya tak terlalu sering lagi memujinya setelah kami menikah. Sebelummenikah dulu, saya tak pernah kehabisan bahan untuk memujinya. Sindiran ini,tentu, membuat saya tersipu-sipu dan benar-benar mati kutu.
Pujian yang tulus merupakan penjelmaan Tuhan Yang Maha Pengasih Lagi MahaPenyayang. Maka, ia mengandung energi positif yang amat dahsyat. Saya telahmencoba menerapkan pujian dan ucapan terima kasih kepada orang-orang yangsaya jumpai : istri, pembantu yang membukakan pagar setiap pagi, bawahan dikantor, resepsionis di kantor klien, tukang parkir, satpam, penjaga tokomaupun petugas di jalan tol.
Efeknya ternyata luar biasa. Pembantu bahkan menjawab ucapan terima kasihsaya dengan doa, "Hati-hati di jalan Pak!" Orang-orang yang saya jumpai jugasenantiasa memberi senyuman yang membahagiakan. Sepertinya mereka terbebasdari rutinitas pekerjaan yang menjemukan.
Pujian memang mengandung energi yang bisa mencerahkan, memotivasi, membuatorang bahagia dan bersyukur. Yang lebih penting, membuat orang merasadimanusiakan.

<kiriman seorang sobat....>

1 Comments:

Anonymous Anonymous said...

Makasih buat tulisannya :)

10:01 PM  

Post a Comment

<< Home